selamat datang

salam sehat ala sholawat shifak

Monday, June 17, 2013

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR

 

A.    DEFINISI

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila fraktur mengubah posisi tulang, struktur yang ada disekitarnya (otot, tendon, saraf dan pembuluh darah) juga mengalami kerusakan. Cidera traumatic paling banyak menyebabkan fraktur. Fraktur patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena dimineralisasi yang berlebihan (Carpenito, 1999).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Manjoer, 2000). 

B.     ETIOLOGI

Fraktur dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada kerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga (Rasjad, 1999).

Patah tulang juga bisa disebabkan oleh penyakit seperti osteoporosis. Osteoporosis terjadi karena kecepatan resorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang. Sebagai akibatnya, tulang menjadi keropos secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang karena trauma minimal dan bahkan stress normal (Carpenito, 1999). 

C.    GAMBARAN KLINIK

Riwayat trauma, nyeri lokal dan semakin nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif serta mengalami gangguan fungsi gerak pada ekstremitas yang fraktur, deformitas (kelainan bentuk seperti penonjolan yang abnormal, rotasi dan pemendekan). Terasa krepitasi bila fraktur Digerakkan, krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang. Gerakan tidak normal misalnya pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang membuktikan “putusnya kontinuitas tulang” sesuai dengan definisi fraktur (Reksoprodjo, 1995). 

E.     PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan fraktur tertutup biasa konservatif atau opertif.

1.      Terapi konservatif terdiri dari

a.       Proteksi saja, untuk fraktur dengan kedudukan baik

b.      Mobilisasi saja tanpa reposisi. Misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur tanpa kedudukan baik.

c.       Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau lokal.

d.      Traksi untuk reposisi secara berlebihan

2.      Terapi operatif, terdiri dari :

a.       Reposisi terbuka, fiksasi eksterna

b.      Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti interna

Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infesi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam. Berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) atau tetanus human globidin. Berikan anti biotic untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridemen adalah sebagai berikut :

a.       Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan dan kecil.

b.      Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch)

c.       Cuci seluruh eksterimitas selaam 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menti sampai bersih.

d.      Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk

e.       Eksisi luka lapis demi lapis, subkutis, fasia. Eksisis otot yang tidak vital dan buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada periosteum. Pertahankan frakmen-frakmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas.

f.       Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan kalau perlu ditutup satu minggu kemudian setelah edema menghilang atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu lebar (Mansjoer, 2000).

Traksi reduksi tertutup dengan menggunakan gibs atau fiksasi luar (alat-alat dari logam yang dipasang dengan tulang menggunakan pen) reduksi terbuka dengan menggunakan, skrup, plat, kawat atau jarum (Engram, 1999). 

F.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan frakmen tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan lunak (Doenges, 1999).

2.      Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).

3.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler fraktur dan cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).

4.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).

5.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999). 

G.    FOKUS INTERVENSI

1.      Nyeri berhubungan dengan frakmen tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan lunak (Doenges, 1999).

Tujuan :

Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil :

Pasien menyatakan nyeri berkurang dan dapat dikontrol, ekspresi wajah tenang.

Intervensi :

a.       Kaji lokasi intensitas dan tipe nyeri gunakan peringkat nyeri

b.      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c.       Bantu dan ajarkan metoda alternatif penatalaksanaan rasa nyeri

d.      Beri posisi yang nyaman sesuai dengan toleransi klien

e.       Berikan lingkungan yang nyaman dan berikan dorongan untuk melakukan aktifitas segera

f.       Lakukan dan awasi latihan gerak aktif dan pasif.

g.      Kolaborasi

-          Lakukan kompres dingin atau es 24-48 jam pertama

-          Pemberian obat-obat analgetik 

2.      Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).

Tujuan :

Perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil :

a.       Tanda-tanda vital dalam batas normal (menunjukkan nadi distal fraktur).

b.      Kulit teraba hangat

Intervensi :

a.       Pantau nadi distal dari fraktur setelah satu atau dua jam, observasi terhadap warna dan suhu.

b.      Kaji pengisian kapiler laporkan temuan normal bandingkan dengan eksterimitas yang fraktur

c.       Pertahankan Kesejajaran tubuh observasi terhadap tanda-tanda sindroma kompertemen (warna jaringan pucat, nadi lemah, nyeri, pati rasa, sianosis).

d.      Observasi perubahan tanda-tanda vital.

e.       Observasi tanda-tanda iskemi (penurunan suhu dan peningkatan rasa)

f.       Observasi posisi dan lokasi bidai jangan sampai menekan pembuluh darah.

3.      Kerusakan neuromuskuler fraktur dan cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).

Tujuan :

Imobilitas fisik tidak teratasi atau tidak ada gangguan.

Kriteria hasil :

Mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal secara aktif dan ikut secara dalam rencana perawatan.

Intervensi :

a.       Kaji imobilitas yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi

b.      Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada daerah yang cedera maupun yang tidak.

c.       Pertahankan tirah baring

d.      Bantu klien dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin.

e.       Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit di atas dan di bawah fraktur ketika bergerak, berbalik dan mengangkat

f.       Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas sehari dalam lingkup keterbatasan, berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan.

g.      Bantu dan ajarkan pasien menggunakan urinal untuk eliminasi berikan perawatan perineal sesuai kebutuhan. 

4.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).

Tujuan :

Infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

a.       Mencapai penyembuhan luka tanpa adanya infeksi, bebas pust.

b.      Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor, kolor, dolor, tumor, fungsiolaesa).

Intervensi :

a.       Observasi kulit untuk adanya iritasi robekan

b.      Kaji keadaan luka terhadap adanya tanda-tanda infeksi (tumor, dolor, kolor, rubor).

c.       Lakukan perawatan luka.

d.      Kaji keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema.

e.       Observasi luka adanya krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan

f.       Observasi bau drainase yang tidak enak

g.      Kolaborasi :

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

 5.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999)

Tujuan :

Ketidaknyamanan hilang.

Kriteria hasil :

Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi :

a.       Kaji kulit untuk luka terbuka adanya benda asing, kemurahan dan perdarahan

b.      Ubah posisi dengan sering bila memungkinkan

c.       Observasi untuk potensial area yang tertekan

d.      Letakkan bantalan Pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang

e.       Palpasi jaringan yang diplester tiap hari dan catat adanya nyeri tekan.


f.       Beri bantalan atau Pelindung dari busa. 

1 comment:

  1. Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.

    ReplyDelete

trimakasih atas kritik dan sarannnya....