selamat datang

salam sehat ala sholawat shifak

Sunday, August 18, 2013

ا سلم عليكم 


alhamdulillah kemarin kita baru saja memproleh kemenangan idul fitri.....semoga ahlakul karimah kita semakin membaik darinya.amin...

Kemarin gw pulang kampung cukup lama, yaitu selama dua minggu. Selama dirumah gw kayaknya jarang banget istirahat tidur atau seharian dirumah. Liburan gue serasa kurang bersama keluarga  gw, gw masih kangen tapi gak kerasa gw harus udah kembali lagi kerja. Memang benar apa kata orang tua kita jaman dahulu, hidup jauh merantau dinegri orang tanpa sanak famili itu enak tapi juga tidak enak. Kenapa dikatakan enak?. Karena dinegri orang kita mendapatkan gelimangan harta, kita dapat melakukan apasaja yang kita mau tanpa ada keluarga yang melarang, kita dapat makan apa saja yang kita inginkan.

Namun disamping itu kita tidak memikirkan keluarga kita yang ada dikampung tercinta, bagaimana keadaan mereka, bagaimana besarnya mereka menghawatirkan kita. Itulah yang gw pikirin selama gw merantau bertaun taun di negri orang. Gw berpikir kapan gw bisa pulang bekerja untuk kampung tercinta gw sendiri. Menikmati kehidupan sederhana dengan orangtua gw, namun bisa melihat senyumannya dan berbakti pada ibu gw. Serta bisa berkumpul dengan orang-orang sholeh, karena gw sadar selama gw merantau ahlak gw dan ibadah gw ancur disini. Namun alhamdulillah kemarin pulang gw mendapatkan lagi keteduhan jiwa dan kesopanan jawa karena gw berkumpul dengan orang-orang sholen.alhamdulillah....

Aku berdoa semoga aku bisa cepat mendapatkan pekerjaan dirumah sehingga a bisa pulang, bisa berbakti  dengan merawat orang tua saya dan dapat berkumpul dengan guru-guru, dan orang-orang sholeh.amin


وا سلم عليكم 

Monday, June 17, 2013

LP HIPERTENSI

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIPERTESI


  1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg.  Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. (Bruner dan Suddarth, 2002: 896)

  1. Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Disebut juga sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak menampakkan gejala, penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari pada pria Penyebab hipertensi yaitu gangguan emosi, obesitas, konsumsi alcohol yang berlebihan dan rangsangan kopi serta obat-obatan yang merangsang dapat berperan disini, tetapi penyakit ini sangat dipengaruhi factor keturunan.
  1. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf simpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis yang mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Bebagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluhdarah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dangan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. 

D.    Manifestasi klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala samapai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertofi ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik trasien yang termanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan ketajaman penglihatan. 

E.     Pemeriksaan Diagnostik

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting. Retina harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal atau jantung yang dapat disebabkan oleh tingginya tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi, protein dalam urin dapat dideteksi dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin dan peningkatan nitrogen urea darah. Pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar uruine dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit renovaskuler. Adanya factor resiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi.


F.     Pathways
  1. Diagnosa keperawatan
    1. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan sakit kepala
    2. Resiko injuri berhubungan dengan kesadaran menurun
    3. Gangguan kenyamanan diri berhubungan dengan gejala sulit tidur
    4. Gangguan keseimbangan cairan berubungan dengan oedema dari retensi Na
    5. Gangguan intolerensi aktivitas berhubungan dengan Coping menurun


  1. Intervensi
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Gangguan nyeri berhubungan dengan nyeri kepala





Resiko injuri berhubungan dengan kesadaran menurun




Gangguan kenyamanan diri berhubungan dengan gejala sulit tidur


.


















Rasa nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam dengan KH :
-   pasien mengatakan nyeri berkurang.
-   Ekspresi wajah klien rileks.

Resiko injuri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam dengan KH :
-        Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh


Gangguan kenyamanan diri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam dengan KH :
-         Pasien mengerti tentang pentingnya istirahat
-         Pasien merasa nyaman




Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya.









Lakukan pengawasan pada pasien
Atur posisi pasien agar tidak merasa jatuh







Anjurkan pasien untuk istirahat minimal 8 jam sehari
Berikan pendkes tentang pentingnya beristirahat
Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas yang berlebihan
Mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi yang cocok serta mengevaluasi keefektifan dari terapi.

Mengurangi resiko injuri








Agar pasien mengerti bahwa istirahat sangat penting untuk kesehatan





ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR

 

A.    DEFINISI

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila fraktur mengubah posisi tulang, struktur yang ada disekitarnya (otot, tendon, saraf dan pembuluh darah) juga mengalami kerusakan. Cidera traumatic paling banyak menyebabkan fraktur. Fraktur patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena dimineralisasi yang berlebihan (Carpenito, 1999).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Manjoer, 2000). 

B.     ETIOLOGI

Fraktur dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada kerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga (Rasjad, 1999).

Patah tulang juga bisa disebabkan oleh penyakit seperti osteoporosis. Osteoporosis terjadi karena kecepatan resorpsi tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang. Sebagai akibatnya, tulang menjadi keropos secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang karena trauma minimal dan bahkan stress normal (Carpenito, 1999). 

C.    GAMBARAN KLINIK

Riwayat trauma, nyeri lokal dan semakin nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif serta mengalami gangguan fungsi gerak pada ekstremitas yang fraktur, deformitas (kelainan bentuk seperti penonjolan yang abnormal, rotasi dan pemendekan). Terasa krepitasi bila fraktur Digerakkan, krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang. Gerakan tidak normal misalnya pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang membuktikan “putusnya kontinuitas tulang” sesuai dengan definisi fraktur (Reksoprodjo, 1995). 

E.     PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan fraktur tertutup biasa konservatif atau opertif.

1.      Terapi konservatif terdiri dari

a.       Proteksi saja, untuk fraktur dengan kedudukan baik

b.      Mobilisasi saja tanpa reposisi. Misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur tanpa kedudukan baik.

c.       Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau lokal.

d.      Traksi untuk reposisi secara berlebihan

2.      Terapi operatif, terdiri dari :

a.       Reposisi terbuka, fiksasi eksterna

b.      Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti interna

Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna. Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infesi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam. Berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) atau tetanus human globidin. Berikan anti biotic untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridemen adalah sebagai berikut :

a.       Lakukan narcosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan dan kecil.

b.      Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch)

c.       Cuci seluruh eksterimitas selaam 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menti sampai bersih.

d.      Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk

e.       Eksisi luka lapis demi lapis, subkutis, fasia. Eksisis otot yang tidak vital dan buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada periosteum. Pertahankan frakmen-frakmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas.

f.       Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan kalau perlu ditutup satu minggu kemudian setelah edema menghilang atau dapat juga hanya dijahit situasi bila luka tidak terlalu lebar (Mansjoer, 2000).

Traksi reduksi tertutup dengan menggunakan gibs atau fiksasi luar (alat-alat dari logam yang dipasang dengan tulang menggunakan pen) reduksi terbuka dengan menggunakan, skrup, plat, kawat atau jarum (Engram, 1999). 

F.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan frakmen tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan lunak (Doenges, 1999).

2.      Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).

3.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler fraktur dan cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).

4.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).

5.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999). 

G.    FOKUS INTERVENSI

1.      Nyeri berhubungan dengan frakmen tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan lunak (Doenges, 1999).

Tujuan :

Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil :

Pasien menyatakan nyeri berkurang dan dapat dikontrol, ekspresi wajah tenang.

Intervensi :

a.       Kaji lokasi intensitas dan tipe nyeri gunakan peringkat nyeri

b.      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring

c.       Bantu dan ajarkan metoda alternatif penatalaksanaan rasa nyeri

d.      Beri posisi yang nyaman sesuai dengan toleransi klien

e.       Berikan lingkungan yang nyaman dan berikan dorongan untuk melakukan aktifitas segera

f.       Lakukan dan awasi latihan gerak aktif dan pasif.

g.      Kolaborasi

-          Lakukan kompres dingin atau es 24-48 jam pertama

-          Pemberian obat-obat analgetik 

2.      Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan atau tulang (Tucker, 1998).

Tujuan :

Perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil :

a.       Tanda-tanda vital dalam batas normal (menunjukkan nadi distal fraktur).

b.      Kulit teraba hangat

Intervensi :

a.       Pantau nadi distal dari fraktur setelah satu atau dua jam, observasi terhadap warna dan suhu.

b.      Kaji pengisian kapiler laporkan temuan normal bandingkan dengan eksterimitas yang fraktur

c.       Pertahankan Kesejajaran tubuh observasi terhadap tanda-tanda sindroma kompertemen (warna jaringan pucat, nadi lemah, nyeri, pati rasa, sianosis).

d.      Observasi perubahan tanda-tanda vital.

e.       Observasi tanda-tanda iskemi (penurunan suhu dan peningkatan rasa)

f.       Observasi posisi dan lokasi bidai jangan sampai menekan pembuluh darah.

3.      Kerusakan neuromuskuler fraktur dan cidera pada jaringan sekitar (Tucker, 1998).

Tujuan :

Imobilitas fisik tidak teratasi atau tidak ada gangguan.

Kriteria hasil :

Mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal secara aktif dan ikut secara dalam rencana perawatan.

Intervensi :

a.       Kaji imobilitas yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi

b.      Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada daerah yang cedera maupun yang tidak.

c.       Pertahankan tirah baring

d.      Bantu klien dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin.

e.       Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit di atas dan di bawah fraktur ketika bergerak, berbalik dan mengangkat

f.       Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas sehari dalam lingkup keterbatasan, berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan.

g.      Bantu dan ajarkan pasien menggunakan urinal untuk eliminasi berikan perawatan perineal sesuai kebutuhan. 

4.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya patahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan (Doenges, 1999).

Tujuan :

Infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil :

a.       Mencapai penyembuhan luka tanpa adanya infeksi, bebas pust.

b.      Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor, kolor, dolor, tumor, fungsiolaesa).

Intervensi :

a.       Observasi kulit untuk adanya iritasi robekan

b.      Kaji keadaan luka terhadap adanya tanda-tanda infeksi (tumor, dolor, kolor, rubor).

c.       Lakukan perawatan luka.

d.      Kaji keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema.

e.       Observasi luka adanya krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan

f.       Observasi bau drainase yang tidak enak

g.      Kolaborasi :

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

 5.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka (Doenges, 1999)

Tujuan :

Ketidaknyamanan hilang.

Kriteria hasil :

Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.

Intervensi :

a.       Kaji kulit untuk luka terbuka adanya benda asing, kemurahan dan perdarahan

b.      Ubah posisi dengan sering bila memungkinkan

c.       Observasi untuk potensial area yang tertekan

d.      Letakkan bantalan Pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang

e.       Palpasi jaringan yang diplester tiap hari dan catat adanya nyeri tekan.


f.       Beri bantalan atau Pelindung dari busa. 

Monday, June 3, 2013

SAP BREAST CARE

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
POKOK BAHASAN :
BREAST CARE POST NATAL

A. Latar Belakang
            Pentingnya pemberian ASI pada usia 0 – 6 bulan pertama tak dapat disangkal lagi, banyak ibu-ibu muda maupun ibu-ibu yang belum berpengalaman mengalami kesulitan-kesulitan dalam penyaluran ASI kepada bayinya.
Breast Care atau perawatan payudara setelah melahirkan dapat membantu ibu-ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya, karena dengan Breast Care payudara menjadi terangsang dalam memproduksi air susu dan juga puting ibu dapat terkelola dengan tepat pula.

B. Tujuan Pembelajaran Breat Care Postnatal
Tujuan Umum:
Setelah akhir proses pembelajaran para peserta mampu memahami hal-hal yang berkaitan dengan Breast Care Postnatal dan mau melakukannya.

Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti proses pembelajaran selama 20 menit, peserta mampu :
1. Menjelaskan tentang pengertian Breast Care Postnatal.
2. menyebutkan tujuan Breast Care Postnatal.
3. Menyebutkan manfaat Breast Care Postnatal.
4. Menyebutkan alat-alat yang digunakan dalam Breast Care Postnatal.
5. Menghafal urutan langkah-langkah Breast Care Postnatal.
6. Menyebutkan hal-hal yang terkait dengan Breast Care Postnatal.

C. Sasaran
Seluruh ibu-ibu ataupun pengunjung wanita yang datang ke Puskesmas Mijen yang dianggap sesuai dengan umur wanita reproduksi.

D. Target
Ibu-ibu pengunjung Puskesmas dengan anak 0 – 2 tahun.

E. Pengorganisasian
Moderator             :
Penyaji                  :
Fasilitator              :

Observer                :

F. Strategi Pelaksanaan
Waktu                   :
Tempat                  :
Kegiatan belajar mengajar :
1. Perkenalan
2. Menjelaskan tujuan
3. Menjelaskan materi
4. Diskusi dan tanya jawab
5. Evaluasi

G. Susunan Acara
1. Pembukaan oleh moderator selama 5 menit
2. Acara inti :
      a. Penyuluhan kesehatan oleh mahasiswa keperawatan tentang Breast Care                 Postnatal selama 15 menit dan Demonstrasi.
      b. Diskusi, tanya jawab dan redemonstrasi 5 menit.
3. Penutup dan doa 5 menit
H. Metode
1. Ceramah tentang konsep Breast Care Postnatal.
2. Demonstrasi Breast Care
3. Diskusi dan Tanya jawab
I. Media
1. Gambar
2. Satu set peralatan prosedur Breast Care Postnatal
3. Ibu sukarelawan

J. Materi
      Terlampir

K. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara lisan :
1. Menjelaskan manfaat Breast Care Postnatal
2. Menjelaskan urutan tahapan Breast care Postnatal 
Lampiran Materi

PERAWATAN PAYUDARA IBU POST NATAL

A.        Pengertian
Perawatan payudara adalah suatu cara yang dilakukan untuk merawat payudara agar setelah melahirkan, ASI dapat keluar dengan lancar.

B.        Manfaat Perawatan Payudara
1.      Menjaga kebersihan payudara terutama kebersihan puting susu agar terhindar dari infeksi.
2.      Mengenyalkan serta memperbaiki bentuk puting susu sehingga bayi dapat manyusui dengan baik.
3.      Merangsang kelenjar air susu sehingga produksi asi lancar.
4.      Mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan usaha-usaha untuk mengatasinya.
5.      Persiapan psikis ibu untuk menyusui.

C.        Cara Melakukan Perawatan Payudara Ibu Hamil
1.      Persiapan alat
Alat yang dibutuhkan :
Ø  2 handuk
Ø  kapas
Ø  minyak kelapa / baby oil
Ø  waslap
Ø  2 baskom (berisi air hangat dan dingin)
Ø  Talk bila perlu

2.      Prosedur
Ø  Buka pakaian ibu
Ø  Letakkan handuk diatas punggung ibu dan tutuplah payudara dengan handuk
Ø  Buka handuk pada daerah payudara
Ø  Kompres puting susu dengan menggunakan kapas yang telah diberi minyak selama 3-5 menit
Ø  Kedua telapak tangan dibasahi dengan baby oil
Ø  Oleskan baby oil ke payudara, kemudian dengan kedua tangan uratlah kedua payudara dari pangkal payudara ke arah puting susu dan sekelilingnya
Ø  Ketuk-ketuklah sekeliling puting susu dengan ujung-ujung jari atau ujung-ujung ruas jari
Ø  Tarik puting susu keluar, terutama kalau letak puting susu masuk ke dalam
Ø  Mandikan payudara (dengan menggunakan waslap) dengan air hangat kemudian air dingin secara berganti-ganti
Ø  Keringkan dengan handuk bersih, bila perlu beri bedak/talk

Ø  Pakailah BH yang sesuai dengan besar dan pertumbuhan payudara

Wednesday, May 29, 2013

dehidrasi


ASUHAN KEPERAWATAN
DEHIDRASI


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kekurangan volume  cairan terjadi jika air dan elektrolit hilang pada proporsi yang sama ketika mereka berada dalam cairan tubuh normal sehingga rasio elektrolit serum terhadap air tetap sama. Hal ini seharusnya tidak dikacaukan dengan istilah dehidrasi yang mengacu pada semata-mata hilangnya air dengan peningkatan kadar natrium serum FVD mungkin timbul sendiri atau dalam kombinasi dengan ketidakseimbangan yang lain kecuali ketidakseimbangan yang timbul bersama, sama konsentrasi elektrolit serum tetap tidak berubah.

Kekurangan volume cairan terjadi akibat hilngnya cairan tubuh dan lebih cepat terjadi jika disatukan dengan penurunan masukan cairan FVD mungkin terjadi semata-mata akibat masukan yang tidak adekuat jika penurunan masukan berlangsung lama. Kekurangan cairan yang tidak normal bisa terjadi akibat muntah-muntah, diare, berkeringat dan penurunan masukan seperti pada adanya mual atau ketidakmampuan untuk memperoleh cairan.

Banyak masalah yang mungkin terjadi akibat kurangnya cairan adalah intake yang berkurang dan output yang berlebihan yang berupa muntah, diare, perdarahan. dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah kekurngan volume cairan. Maka dari itu kami membuat asuhan keperawatan tentnag dehidrasi yang kelihatannya sepele padahal sangat berbahaya 

B.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

1.      Mengetahui gambaran secara umum tentang dehidrasi yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik dan penatalaksanaan.

2.      Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dehidrasi.

3.      Mengetahui permasalahan yang timbul pada pasien dehididrasi dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan. 

C.    Ruang Lingkup

Pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode studi kepustakaan yang merupakan metode pegumpulan data yang mempelajari berbagai sumber buku dan yang berkaitan dengan dehidrasi. Studi pustaka berguna untuk mengenal konsep dan teori untuk kemudian menjadi acuan dalam melaksanakan implementasi. 

D.    Sistematika Penulisan

BAB  I      Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB  II     Konsep Dasar dehidrasi meliputi : pengertian, etiologi / predisposisi, patofisiologi, manifestasi klinik, penatalaksanaan, pengkajian fokus, pathway keperawatan, fokus intervensi dan rasional. 

BAB III    Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB IV    Daftar Pustaka.

BAB II

KONSEP DASAR

 

A.    Pengertian dan Klasifikasi

Berikut adalah beberapa pengertian tentang dehidrasi :

1.      Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang invididu yang tidak menjalani puasa mengalmai atau beresiko mengalmai dehidrasi vaskuler, interstitial atau intra vaskuler (Lynda Jual Carpenito, 2000 : 139).

2.      Dehidrasi adalah kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk (Sri Ayu Ambarwati, 2003).

3.      Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang disertai dengan output yang melebihi intaks sehingga jumlah air dalam tubuh berkurang (Drs. Syaifuddin, 1992 : 3).

4.      Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai kehilangan antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A. Price, 1994 : 303)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bawha dehidrasi adalah kekurangan cairan ekstra selular yang mengakibatkan berpindahnya cairan atau hilang dari tubuh.

Klasifikasi dehidrasi menurut Donna D. Ignatavicus ada 3 jenis :

a.       Dehidrasi Isotonik

Dehidrasi isotonik adalah air yang hilang diikuti dengan elektrolit sehingga kepekatannya tetap normal, maka jenis dehidrasi ini biasnaya tidak mengakibatkan cairan ECF berpindah ke ICF.

b.      Dehidrasi Hipotonik

Dehidrasi hipotonik adalah kehilangan pelarut dari ECF melebihi kehilangan cairan, sehingga dipembuluh darah menjadi lebih pekat. Tekanan osmotik ECF menurun mengakibatkan cairan bergerak dari EFC ke ICF. Volume vaskuler juga menurun serta terjadi pembengkakan sel.

c.       Dehidrasi Hipertonik

Dehidrasi hipertonik adalah kehilangan cairan ECF melebihi pelarut pada dehidrasi ini non osmotik ECF menurun, mengakibatkan cairan bergerak dari ICF ke ECF. 

B.     Etiologi

Bermacam-macam penyebab dehidrasi menentukan tipe / jenis-jenis dehidrasi (Menurut Donna D. Ignatavicus, 1991 : 253).

1.      Dehidrasi

a.       Perdarahan
b.      Muntah
c.       Diare
d.      Hipersalivasi
e.       Fistula
f.       Ileustomy (pemotongan usus)
g.      Diaporesis (keringat berlebihan)
h.      Luka bakar
i.        Puasa
j.        Terapi hipotonik
k.      Suction gastrointestinal (cuci lambung)
2.      Dehidrasi hipotonik
a.       Penyakit DM
b.      Rehidrasi cairan berlebih
c.       Mal nutrisi berat dan kronis
3.      Dehidrasi hipertonik
a.       Hiperventilasi
b.      Diare air
c.       Diabetes Insipedusà hormon ADH menurun
d.      Rehidrasi cairan berlebihan
e.       Disfagia
f.       Gangguan rasa haus
g.      Gangguan kesadaran
h.      Infeksi sistemik : suhu tubuh meningkat.

 C.    Patofisiologi

Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau di luar ginjal. Penyebab tersering kekurangan volume cairan yang juda sering terjadi adalah tersimpannya cairan pada cidera jaringan luna, luka bakar berat, peritonitis / obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di adlam ruang non ECF dan non ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkapdan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpulkan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti beradal dari volume ECF sehingga dapta mengurangi volume sirkulasi darah efektif.

Perdarahan, muntah, diare, keringat adalah cairan hipotonik yang terdiri dari ari, Na (30-70 m Eg/l) dan klorida. Selama latihan berat pada lingkungan yang panas, bisa terjadi kehilagnan 1 L keringat / jam. Sehingga dapat menyebabkan kekurangan volume jika asupannya tidak mencukupi. Jumlah besar cairan dapat hilang melalui kulit karna penguapan jika luka bakar dirawat dengan metode terbuka.

Kehilangan Na dan air melalui ginjal tanpa adanya penyakit ginjal terjadi pada 3 keadaan yang paling sering adalah pemakaian diuretik yang berlebihan, terutama tiazid atau diuretik sampai yang kuat seperti furosemid. Diuresis osmotik obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan Na dan air yang terjadi selama glikosuria pada DM yang tidak terkontrol atau koma hipermosmolar non ketonik pada kasus pemberian makanan tinggi protein secara enternal atau parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang bisa bertindak sebagai agen osmotik.

Apapun penyebab dari kekurangan volume cairan, berkurangnya volume ECF menganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vene ke jantung sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung. Karena tekanan arteri rata-rata = curah x tahanan perifer total maka penurunan curah jantung mengakibatkan hipotensi. Penurunan tekanan darah dideteksi oleh baroreseptor pada jantung dan arteri karotis dan diteruskan ke pusat vasomotor di batang otak, yang kemudian menginduksi respon simpatis. Respon berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan perfusi jarignan yang normal.

Penurunan perfusi ginjal merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin merangsang vasokonstriksi sistemik dan aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium oleh ginjal.

Jika terjadi hipovolemi yang lebih berat (1000 ml) maka vasokontriksi dan vasokonstriksi yang diperantai oleh angiotensin II yang meningkat. Terjadi penahanan aliran darah yang menuju ginjal, saluran cerna, otot dan kulit, sedangkan aliran yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan. 

D.    Manifestasi Klinis

Berikut ini gejala atau tanda dehidrasi berdasarkan tingkatannya (Nelson, 2000) :

1.      Dehidrasi ringan (kehilangan cairan 2-5% dari BB semula)

a.       Haus, gelisah

b.      Denyut nadi 90-110 x/menit, nafas normal

c.       Turgor kulit normal

d.      Pengeluaran urine (1300 ml/hari)

e.       Kesadaran baik

f.       Denyut jantung meningkat

2.      Dehidrasi sedang (kehilangan cairan 5% dari BB semula)

a.       Haus meningkat

b.      Nadi cepat dan lemah

c.       Turgor kulit kering, membran mukosa kering

d.      Pengeluaran urien berkurang

e.       Suhu tubuh meningkat 

3.      Dehidrasi berat (kehilangan cairan 8% dari BB semula)

a.       Penurunan kesadaran

b.      Lemah, lesu

c.       Takikardi

d.      Mata cekung

e.       Pengeluaran urine tidak ada

f.       Hipotensi

g.      Nadi cepat dan halus

h.      Ekstremitas dingin 

E.     Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita dehidrasi (Doenges & Sylvia Anderson):

1.      Obat-obatan Antiemetik

Untuk mengatasi muntah

2.      Obat-obatan anti diare

Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta dapat diberikan oralit.

3.      Pemberian air minum

Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.

4.      Pemberian cairan intravena

Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.

5.      Pemberian bolus cairan IV

Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi ginjal normal. 

F.     Pengkajian Fokus

1.      Demografi

Jenis kelamin   : dehidrasi rentan terjadi pada wanita dari pada pria.

Umur               : sering terjadi pada usia di atas 65 tahun.

2.      Riwayat Kesehatan

a.       Riwayat penyakit dahulu

1)      Fistula

2)      Ileustomy

3)      Suction gastrointestinal

4)      DM

5)      Diabetes insipedus

6)      Perdarahan

b.      Pemeliharaan kesehatan

1)      Diet rendah garam

2)      Pemasukan cairan kurang terpenuhi

c.       Pola cairan

Gejala : haus berkurang, cairan kurang

Tanda  : BB menurun melebihi 2-8% dari BB semula, membran mukosa mulut kering, lidah kotor.

d.      Pemeriksaan fisik

1)      Kesadaran       : apatis-coma

2)      Tekanan darah menurun

-          Nadi meningkat

-          Pernafasan cepat dan dalam

-          Suhu meningkat pada waktu awal

3)      BB meningkat

4)      Turgor menurun

5)      Membran mukosa mulut kering

6)      CVP menurun

e.       Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

1)      Urine

a)      Osmolalilas kemih > 450 m osmol / kg

b)      Natrium urine < 10 meg / L (penyebab di luar ginjal)

c)      Natirum urine > 10 meg / L (penyebab pada ginjal / adrenal)

d)     OJ urine meningkat

e)      Jumlah urine menurun (30-50 cc / jam)

2)      Darah

a)      Ht meningkat

b)      Kadar protein serum meningkat

c)      Na+ seruim normal

d)     Rasio buru / kreatin serum > 20 : 1 (N = 10 : 1)

e)      Glukosa serum : normal / meningkat

f)       Hb menurun.





H.    Konsep Keperawatan

1.      Diangosa Keperawatan

a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan intake yang kurang.

b.      Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah.

c.       Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.

d.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

e.       Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan tahanan vaskuler sistemik. 

2.      Fokus Intervensi dan Rasional

a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan intake yang kurang (Doenges, 1999)

Tujuan : Volume cairan adekuat sehingga kekurangan volume cairan dapat teratasi.

Kriteria hasil :

1)      Mempertahankan keseimbangan cairan

2)      Tanda vital (N = 80 – 100 x/menit, S = 36-37oC

3)      Capillary refill < 3 detik

4)      Akral hangat

5)      Urine output 1-2 cc/kg BB/jam

Intervensi :

1)      Awasi tanda vital, pengisian kapiler, status membran mukosa, turgor

Rasional :  Indikator keadekuatan volume sirkulasi, hipotensi data terjadi dengan resiko cedera setelah perubahan posisi.

2)      Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.

Rasional :  Pasien tidak mengkonsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.

3)      Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan jaksatif / diuratik

Rasional :  Membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan / atau penggunaan laksatif / deuratik mencegah kehilangan lebih lanjut.

4)      Identifikasi rencana untuk meningkatkan / mempertahankan keseimbangan cairan optimal. Misal : jadwal masukan cairan.

Rasional :  Melibatkan pasien dalam rencana untuk memperbaiki ketidakseimbangan.

5)      Kaji hasil tes fungsi elektrolit / ginjal

Rasional :  Perpindahan cairan / elektrolit, penurunan fungsi ginjal dapat meluas mempengaruhi penyembuhan.

6)      Berikan / awasi pemberian cairan IV

Rasional :  Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak-seimbangan cairan.

7)      Tambahan kalium, oral atau N sesuai indikasi

Rasional :  Dapat mencegah disritmia jantung. 

b.      Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah.

Tujuan : Mempertahankan / memperbaiki perfusi jaringan.

Kriteria hasil :

1)      Tanda-tanda vital stabil TD = 120/80, Nadi = 80-100 h, kulit tidak pucat.

2)      Kulit hangat

3)      Nadi perifer teraba

4)      Keluaran urine adekuat 0,5 – 1,5 cc / kg / BB

5)      CRT < 2 detik.

6)      Kesadaran composmentis

7)      Tidak ada nyeri dada

Intervensi :

1)      Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing.

Rasional :  Perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial.

2)      Selidiki keluhan nyeri dada, catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang menghilangkan nyeri.

Rasional :  Dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.

3)      Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung / irama.

Rasional :  Perubahan disritmia dan iskemi dapat terjadi sebagai akiabt hipotensi, hipoksia, ketiseimbangan elektrolit atau pendinginan dekat area jantung bila lavase air dingin digunakan untuk mengontrol perdarahan.

4)      Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah lemah.

Rasional :  Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan / atau terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.

5)      Catat haluran urine dan BJ

Rasional :  Penurunan perfusi ginjal dimanifestasikan sistemik dapat menyebabkan iskemia/gagal dengan penurunan keluaran urine.

6)      Observasi kulit pucat, kemerahan, pijat dengan minyak, ubah posisi dengan sering.

Rasional :  Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko kerusakan kulit.

7)      Awasi nadi oksimetri

Rasional :  Mengindentifikasi hipoksemia, kefektifan / kebutuhan untuk terapi.

8)      Berikan cairan IV sesuai indikasi

Rasional :  Mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi. Penggunaan RL di kontraindikasikan pada adanya gagal hati karena metabolisme laktat terganggu.

 

c.       Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit menurun.

Tujuan : Mengindentifikasi dan mempertahankan kulit halus, kenyal, utuh.

Kriteria hasil :

1)      Turgor kulit baik, kulit utuh, tidak ada lecet, tidak ada kemerahan. 

Intervensi :

1)      Observasi kemerahan, pucat.

Rasional :  Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif.

2)      Dorong mandi tiap 2 hari 1 x

Rasional :  Sering mandi membuat kulit kering.

3)      Gunakan krim kulit 2 x sehari

Rasional :  Melicinkan sirkulasi pada kulit, meningkatkan tonus kulit.

4)      Diskusikan pentingnya perubahan posisi, perlu untuk mempertahankan aktifitas.

Rasional :  Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringa.

5)      Tekankan pentingnya masukan nutrisi / cairan adekuat.

Rasional :  Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi klien.

d.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Pasien diharapkan mampu meningkatkan toleransi aktifitas.

Kriteria hasil :

1)      Peningkatan kekuatan otot berhubungan dengan tidak diaporesis.

Intervensi :

1)      Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang.

Rasional :  Meningkatkan istirahat dan ketenganan, menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan.

2)      Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai indikasi

Rasional :  Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.

3)      Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif / aktif.

Rasional :  Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.

4)      Periksa tanda vital sebelum dan segera aktifitas khususnya penggunaan diuren. 

Rasional :  Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktifitas.

5)      Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.

Rasional :  Palpitasi nadi tak teratur dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program olah raga atau obat. 

e.       Resiko penurunan COP berhubungan dengan penurunan vaskuler sistemik.

Tujuan : Mempertahankan curah jantung.

Kriteria hasil :

1)      Tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada perubahan EKG.

Intervensi :

1)      Auskultasi bunyi jantung dan paru

Rasional :  Takipnea, frekuensi jantugn tak teratur menunjukkan GGK.

2)      Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, suhu.

Rasional :  Hipotensi tiba-tiba, nadi paradoksik, penyempitan tekanan nadi, penurunan nadi perifer, pucat, penyimpangan mental cepat menunjukkan tamponade, yang merupakan kedaruratan medik.

3)      Kaji tingkat aktifitas, respon terhadap aktifitas

Rasional :  Kelelahan dapat menyertai anemia.

4)      Awasi pemeriksaan lab, contoh : eletkrolit (kalium, natrium, kalsium, magnesium).

Rasional :  Ketidakseimbagnan dapat mengganggu kondisi elektrikal dan fx jantung.

5)      Catat warna kulit dan kualitas nadi

Rasional :  Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun membuat kulit pucat dan menurunnya kekuatan nadi perifer.



BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.     Dehidrasi dapat menyerang siapa saja dari anak kecil hingga orang tua dan yang paling sering terkena adalah anak-anak dan orang tua.
2.     Dehidrasi lebih mudah menyerang perempuan dibandingkan laki-laki karena tubuh perempuan lebih banyak lemak dari pada laki-laki.
3.     Dehidrasi bisa pula berujung pada penurunan kesadaran hingga meninggal dunia.

B.     Saran
1.     Pantau masukan dan haluran cairan.
2.     Anjurkan minum 15 menit sekali pada seseorang yang bersiko mengalami dehidrasi.
3.     Agar dehidrasi tidak berujung pada kematian maka perawat harus mengukur balance cairan, agar output tidak melebihi input. Kaji tingkat kesadaran.


DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall. 1997. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. jakarta : EGC.

Ignatavicus, Donna D. Bayne, Marylin Varner. 1991. Medical Surgical Nursing, WB Saunders Company Inc.

Prince, Sylive A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzzone, C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tarwoto. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : Salemba Merdeka.