selamat datang

salam sehat ala sholawat shifak

Monday, April 3, 2017

PATHWAYS ( CKD )

 CKD



berikut ini adalah pathways dari penyakit hipertensi. pathways adalah runtutan kejadian, asal mula dari suatu penyakit. pathways juga menjelaskan turunan suatu penyakit. artinya kita dapat mengetahui penyebab suatu penyakit. serta kita juga mengetahui sebab atau akibat dari suatu penyakit. akibat suatu penyakit bisa berarti perburukan, atau penyakit yang lebih parah. dengan kita mempelajri pathways kita dapat mencegah suatu penyakit. kita juga dapat mengatasi perburukan suatu penyakit. semoga ini bermanfaat untuk kalian.
       pathways tidak berpatokan  pada bagan yang di buat. kalian masih dapat memasukkan atau mengembangkan pathways. pengembangan pathways dapat kalian lakukan dari berbagai penemuan klinis kalian. atau dari literatur lain yang kalian baca. pada dasarnya pathways digunakan untuk merumuskan suatu masalah. pathways juga dapat menuntun kalian pada suatu diaknosa. seperti apa yang saya kotak kan dibawah adalah suatu diaknosa yang dapat diambil.



Haemodialisis Dan Dialisis Peritoneal

Dialisa adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan cairan dari tubuh. Ada 2 metode dialisa, yaitu hemodialisa dan dialisa peritoneal.

1. Pengertian Haemodialisis
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel.
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.

Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat.
Alasan dilakukannya dialisa
Dialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a) Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
b) Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
c) Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
d) Gagal jantung
e) Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
Frekuensi dialisa.
Frekuensis, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
Komplikasi pada Hemodialisa
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
a. Hipotensi
b. Kram otot
c. Mual atau muntah
d. Sakit kepala
e. Sakit dada
f. Gatal-gatal
g. Demam dan menggigil
h. Kejang
2. Dialisis Peritoneal
Pada peritoneal dialisa, yang bertindak sebagai penyaring adalah peritoneum ( selaput yang melapisi perut dan membungkus organ perut ). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya akanpembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan , dibuang dan diganti dengan cairan yang . Ada empat macam dialiasis peritoneal yang kini banyak digunakan, satu untuk dialisis akut dan tiga lainnya untuk dialisis kronik :
1) Manual intermittent peritoneal dialysis
2) Continuous cycler-assisted peritoneal dialysis (CCPD)
3) Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)
4) Automated intermittent oeritoneal dialysis (IPD), (Lorraine M. Wilson, 1996 )
Metode Hemodilisis Lainnya :

1) High-Flux Dialysis
2) Continuous Arteriovenous Hemofiltration (CAVH)
3) Continuous Arteriovenous Hemodialysis (CAVHD),( Brunner dan Suddarth,2002)
4) Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)
5) Slow Continuous Ultra Filtrasi (SCUF)
6) Continuous Veno Venous Hemodialysis (CVVHD)
7) Continuous Veno Venous Hemofiltration (CVVH)

PATHWAYS ( Hipertensi )


Hipertensi

        berikut ini adalah pathways dari penyakit hipertensi. pathways adalah runtutan kejadian, asal mula dari suatu penyakit. pathways juga menjelaskan turunan suatu penyakit. artinya kita dapat mengetahui penyebab suatu penyakit. serta kita juga mengetahui sebab atau akibat dari suatu penyakit. akibat suatu penyakit bisa berarti perburukan, atau penyakit yang lebih parah. dengan kita mempelajri pathways kita dapat mencegah suatu penyakit. kita juga dapat mengatasi perburukan suatu penyakit. semoga ini bermanfaat untuk kalian.
       pathways tidak berpatokan  pada bagan yang di buat. kalian masih dapat memasukkan atau mengembangkan pathways. pengembangan pathways dapat kalian lakukan dari berbagai penemuan klinis kalian. atau dari literatur lain yang kalian baca. pada dasarnya pathways digunakan untuk merumuskan suatu masalah. pathways juga dapat menuntun kalian pada suatu diaknosa. seperti apa yang saya kotak kan dibawah adalah suatu diaknosa yang dapat diambil.





Sunday, April 2, 2017

BPH atau PENYAKIT PROSTAT

A.    PENGERTIAN
Hiperplasia prostatik jinak merupakan kelenjar prostatnya mengalami perbesaran memanjang ke atas ke dalam kandung kemiH dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifusium uretra. Hiperplasia prostat merupakan pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. Hipertrofi prostat adalah bertambahnya sel atau chali hiperlasia dari kelenjar periurotral yang akan mendesak kelenjar prostat, sehingga mengakibatkan kelenjar prostat menjadi gepeng dan akan membentuk kapsul prostat.

B.     ETIOLOGI
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko dan hormon androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadianyna sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan usia 90 tahun 100%.

C.    MANIFESTASI KLINIK
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai lower urinary tract symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif. Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam  hari (nokturia), perasaan miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengedan (straining), kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena over flow.
Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencakup :
a.       Peningaktan frekuensi berkemih
b.      Nokturia
c.       Dorongan ingin berkemih
d.      Anyang-anyangan
e.       Abdomen tegang
f.       Voluem urin menurun
g.      Harus mengejan saat berkemih
h.      Aliran urin tidak lancar
i.        Urin terus menerus menetes setelah berkemih (dribbling)
j.        Rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik

D.    FOKUS PENGKAJIAN
1.      Sirkulasi
Tanda : peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2.      Eliminasi
Gejala   : 
-          Penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine, tetesan
-          Keragu-raguan pada berkemih awal
-          Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap,  dorongan dan frekuensi berkemih.
-          Nukturia, disuria, hematuria
-          Duduk untuk berkemih
-          ISK berulang, riwayat batu (statis urinaria)
-          Konstipasi (protrusi prostat abdomen bawah (dispensi kandung)
Tanda   :  Massa padat di bawah abdomen bawah (disfensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih.
3.      Makanan / cairan
Gejala :    Anoreksia; mual, muntah
                Penurunan berat badan
4.      Nyeri/ kenyamanan
Gejala   :  Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam, kuat (pada prostatitis akut).
                Nyeri punggung bawah.
5.      Keamanan
Gejala   :  Demam
6.      Seksualitas
Gejala   :  Masalah tentang efek kondisi / terapi pada kemampuan seksual.
                Takut inkontmensia / menetas selama hubungan intim.
                Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.
Tanda   :  Pembesaran, nyeri tekan prostat
7.      Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala   :  Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, penggunaan antipertensif / anti depreson, anti biotic urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu / alergi obat mengangung simpatomimetik.
Pertimbangan :
Rencana Pemulangan : memerlukan bantuan dengan menajemen terapi, contoh kateter.

E.     PEMERIKSAAN FISIK
1.      Pemeriksaan Laboratorium
-          Urine analisa (rutine)
-          Urine biakan dan resistensi
-          Ureum darah, fosfatosa asam, leukosit
-          Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA)
2.      Pemeriksaan Diagnostik
-          Sitoskopi – sistogram
-          USG abdomen bawah
-          Kateterisasi
Ditemukannya prostat membesar

F.     PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher-leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otto detrosor menebal dan merangsang sehingga timbul sirkulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebuf fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin, yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronetrosis dan disfungsi seluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
-          Histologi terjadi destrusor membutuhkan waktuy ang lama untuk dapat melawan iritensi uretra.
-          Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling danrasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
-          Frekuen terjadi terutama pada malam hari (nonturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus stringfer dan uretra berkurang selama tidur.
-          Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
-          Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala kaena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan stingter.


Saturday, April 1, 2017

ABORTUS


A.PENGERTIAN
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus. Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.

B.ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri, faktor ibu, dan faktor bapak.
1.Kelainan ovum
Menurut pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Menurut Penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9 % disebabkan karena ovum yang patologis, 3,2 % disebabkan oleh kelainan letak embrio, dan 9,6 % disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6 % diantaranya terdapat degenerasi hiaafid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya. Ketika kehamilan sudah lebih satu bulan, artinya makin muda kehamilan, saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50 % - 80 %).
2.Kelainan genitalia ibu
Misalnya pada ibu yang mengalami :
  1. Anomaly Kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dll)
  2. Kelainan letak dari uterus seperti retroflexi uteri fiksata
  3. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi seperti kurangnya progesterone atau estrogen, endometritis, mioma submukosa.
  4. Uterus terlalu ceoat terpegang (kehamilan ganda, mola).
  5. Distorsio uterus misal karena terdorong oleh tumor pelvis.
3.Gangguan sirkulasi plasenta
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toxemia gravidarum, anomaly plasenta dan endarteritis oleh karena lues.
a.       Penyakit ibu
1)      Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia tifoid, pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toxin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.
2)      Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dll.
3)      Ibu yang aspiksia seperti pada dekompensasi cordis, penyakit paru berat, anemia gravis.
4)      Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C atau E, diabetes melitus.
b.      Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus sehingga terjadi anemi pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
c.       Terlalu cepatnya Korpus Iuteum menjadi atrofis atau faktor serviks
Yaitu Inkompetensi seviks sevisitis.
d.      Perangsangan pada ibu menyebabkan uterus berkontraksi, umpamanya : sangat terkejut, obat-obatan uterotonika, ketakutan, laparatomi dll, atau dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus, selaput janin rusak langsung karena instrumen benda dan obat-obatan.
e.       Penyakit bapak
f.       Umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi, dekompensasi cordsi, malnutrisi; nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb dll).

C.    PATOFISIOLOGI
Pada abortus terjadi perdarahan dalam aesidua basalls diikuti oleh terjadinya nekrosis jaringan sekitarnya, ini menyebabkan hasil konsepsi sebagian atau seluruhnya terlepas, hal ini akan menyebabkan uterus berkontraksi yang akhirnya mengeluarkan isi rahim.
Sebelum minggu ke 8 biasanya hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya. Karena villichorialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam decidua. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi chorialis menembus decidua lebih dalam, sehingga umumnya placenta tidak dilepaskan secara sempurna sehingga timbul banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul dengan pengeluaran placenta secara lengkap yang telah terbentuk. Perdarahan tak banyak bila placenta terlepas secara lengkap, telur yang lahir dengan abortus mempunyai beberapa bentuk : ada kalanya berupa telur kosong (bilighted ovum) yang berbentuk kantong amnion berisi air ketuban tanpa bentuk yang jelas mungkin janin lahir mati atau dilahirkan hidup.
Kalau abortus terjadi dengan lambat laun hingga darah berkesempatan membeku antara decidua dan chorion maka terbentuklah mola cruenta. Bila darah beku tersebut sudah seperti daging akan menjadi mola carnosa. Mola tuberose bentuk yang memperlihatkan benjolan-benjolan yang disebabkan hematom-hematom antar amnion dan chorion.
Janin yang mati bila masih sangat kecil dapat diabsorbsi dan hilang, bila sudah agak besar maka cairan amnion diabsorbsi hingga janin tertekan (Foutes Compressus). Kadang-kadang janin menjadi kering, mengalami murnifikasi hingga menyerupai perkamen (Foetus Papyraceus). Kemungkinan janin yang tidak cepat dikeluarkan terjadi naserasi : kulit terlupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena berisi cairan dan tubuh janin kemerah-merahan.

D.    KLASIFIKASI
Abortus dibagi atas 2 (dua) golongan :
1.      Abortus spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis. Semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2.      Abortus provokatus (Induced Abortion)
Adalah abortus yang disengaja baik dengan memakai obat maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi :
  1. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis / perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 dokter ahli).
  1. Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak ilegal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
Abortus spontan dibagi atas :
  1. Abortus Kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus) sehingga rongga rahim kosong.
  1. Abortus Inkompletus (keguguran bersisa)
Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua (placenta).
  1. Abortus Inciepiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
  1. Abortus Iminens (keguguran membakat)
Keguguran membakat dan akan terjadi, dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dengan memberikan obat hormonal dan antispasmodic serta istirahat.
  1. Nissed abortion
Keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
  1. Abortus habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 x atau lebih.
  1. Abortus Infeksionus dan abortus septic
Adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

E.     MANIFESTASI KLINIK
1.      Abortus Iminens
a.                                          Perdarahan sedikit
b.                                          Nyeri menilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit sekali
c.                                          Pada pemeriksaan dalam belum ada perubahan
d.                                         Tidak ditemukan kelainan pada cervix
e.       Disertai pecahnya ketuban dan besar uterus sesuai dengan kehamilan.
2.      Abortus Incipiens
a.                                          Perdarahan banyak, kadang keluar gumpalan
b.                                          Nyeri karena kontraksi rahim kuat
c.                                          Akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan
d.      Ketuban pecah dan pengeluaran hasil konsepsi bisa dilakukan dengan kuretase atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan. Dan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 8 minggu.
3.      Abortus Incompietus
a.                                          Perdarahan dengan dilatasi cervik
b.      Pada pemeriksaan vagina, canalis cervikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam cavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri extemum, dengan hasil konsepsi masih ada terasa, sehingga pada perabaan uterus teraba kecil.
c.       Rasa mules dan perdarahan masih ada, bahkan dapat banyak sekali dan dapat mengakibatkan syok. Biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
4.      Abortus Completus
a.       Abortus dimana seluruh hasil konsepsi keluar dari cavum uteri
b.      Ostium uteri menutup
c.       Uterus sudah banyak mengecil
d.      Rasa mules berkurang jika hasil konsepsi telah keluar
5.      Missed abortion
a.       Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi janin.
b.      Buah dada mengecil kembali diiringi dengan reaksi kehamilan yang menjadi negatif pada 2 – 3 minggu sesudah fetus mati.
c.       Amenorea
d.      Pada pemeriksaan dalam servik tertutup dan ada darah sedikit sekali-sekali pasien merasa perutnya dingin atau kosong.
6.      Abortus Infeksius
Ada tanda-tanda infeksi genital :
a.       Demam
b.      Nadi cepat
c.       Perdarahan berbau
d.      Uterus besar dan lembek
e.       Nyeri tekan, dan
f.       Lekositosis.
7.      Abortus septic
a.       Kelihatan sakit berat
b.      Panas tinggi
c.       Menggigil nadi kecil dan cepat
d.      Tekanan darah turun sampai syok
e.       Perlu observasi apa ada tanda perforasi atau akut abdomen

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Ginekologi :
1.      Inspeksi vulva
a.       Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b.      Adakah disertai bekuan darah
c.       Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d.      Adakah tercium bau busuk dari vulva
2.      Pemeriksaan dalam spekulum
a.       Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b.      Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c.       Apakah tampak jaringan keluar ostium
d.      Adakah cairan / jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3.      Pemeriksaan dalam
a.       Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b.      Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c.       Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia kehamilan
d.      Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e.       Adakah rasa nyeri pada perabaan adneksa
f.       Adakah terasa tumor atau tidak

g.      Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak

PATHWAYS
G.    PENANGANAN
1.      Abortus Iminens
  1. Istirahat baring
Merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsangan mekanis.
  1. Menerangkan pasien agar tidak gelisah dan khawatir
  2. Semua pengeluaran dari vagina, pembalut wanita, kain yang terkena darah harus diperhatikan kepada dokter atau petugas kesehatan untuk mengetahui apakah ada jaringan yang keluar dari vagina.
  3. Membersihkan vulva minimal 2 x sehari dengan cairan antiseptic untuk mencegah infeksi.
  4. Memberikan obat penenang biasanya 3 x 30 mg sehari dan preparat hematinik misalnya : sulfas farosus 600 – 1000 mg sehari.
  5. Test kehamilan dapat dilakukan, bila negatif mungkin janin sudah mati.
  6. Jangan melakukan klisma karena dapat merangsang kontraksi uterus. Apabila terjadi obstipasi dapat diberikan laksan ringan dapat juga berbentuk Supositoria. Dianjurkan untuk menunggu 48 jam setelah pasien membaik, baru merangsang peristaltic usus.
  7. Denyut nadi dan suhu badan diperiksa 2 x sehari bila tidak panas, tiap 4 jam sekali jika pasien panas.
  8. Dianjurkan untuk istirahat secara fisik dan mental dengan istirahat baring sampai 2/3 hari setelah perdarahan berhenti.
  9. Pemeriksaan dalam spekulum perlu untuk melihat kemungkinan adanya lesi cerviks.
  10. Diet tinggi protein dan tambahan zat besi dan vitamin C.
  11. Setelah lepas dari perawatan, pasien harus banyak istirahat, mengurangi kegiatan fisik, jangan dulu mengangkat beban berat, menghindari kelelahan dan ketegangan jiwa, 2 – 3 minggu setelah lepas perawatan jangan melakukan senggama. Bila terjadi perdarahan ulang segera istirahat baring dan lapor segera ke petugas kesehatan.
2.      Abortus Incompietus
  1. Bila disertai syok karena perdarahan segera berikan infuse NaCl atau cairan ringer dilanjutkan dengan transfuse.
  2. Setelah syok teratasi lakukan kerokan untuk mengeluarkan sisa konsepsi.
  3. Pasca tindakan diberi suntikan ergometrin 6,2 mg Intra muskuler.
  4. Bila pasien dalam keadaan anemi beri obat hematinik, sulfas ferroscus dan vitamin C.
  5. Diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
3.      Abortus kompletus
  1. Bila kondisi baik berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari.
  2. Bila pasien anemi berikan hematinik, jika terlalu anemi bisa dipertimbangkan transfuse.
  3. Antibiotik untuk cegah infeksi.
  4. Dianjurkan makan makanan tinggi protein, vitamin, mineral.
4.      Abortus incipiens
  1. Sebelum dokter mendiagnosis sebagai abortus Incipiens, maka harus ditangani sebagai abortus Iminens, kecuali bila perdarahan banyak suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler, dan apapun yang keluar dari vagina ditunjukkan pada dokter.
  2. Apabila perdarahan tidak banyak dapat ditunggu terjadinya abortus spontan, pertolongan dalam keadaan ini berlangsung dalam 36 jam. Morfin sangat berguna disamping menghilangkan rasa sakit dapat merelaksasi cerviks sehingga memudahkan ekspulsinya hasil konsepsi.
  3. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu adalah dengan segera melakukan pengosongan uterus.
  4. Pemberian infus oksitosin dapat mempercepat proses abortus. Digunakan pada kehamilan lebih dari 12 minggu karena biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada saat kerokan lebih besar. Pemberian oksitosin 10 unti dalam 500 ml dekstrose 5 % dimulai 8 tetes / menit dinaikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit. Bila janin sudah keluar tetapi placenta masih tertinggal sebaiknya pengeluaran placenta secara digital.
  5. Bila perdarahan banyak dan pasien harus segera mendapatkan pertolongan dapat dilakukan pengeluaran jaringan secara digital.
  6. Bila dengan demikian masih tertinggal, harus dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan pengosongan uteri.
  7. Pengosongan kavum uteri dapat dilakukan dengan kuret vakum / cunam abortus.
  8. Suntikan ergometrin 0,5 mg Intra muskuler diberikan jika pengosongan uterus sudah selesai dilakukan untuk mempertahankan kontraksi uterus.
5.      Abortus infeksiosus dan abortus septic
  1. Bila perdarahan banyak berikan transfusi dan cairan yang cukup.
  2. Berikan antibiotik yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat). Berikan suntikan penisillin 1 juta tiap 6 jam berikan suntikan streptomycin 500 mg setiap 12 jam atau antibiotik spectrum luas lainnya.
  3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotik atau lebih cepat bila terjadi perdarahan banyak lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
  4. Infuse dan pemberian antibiotik diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
  5. Pada abortus septic terapi sama saja hanya dosis dan jenis antibiotik ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
  6. Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan dilakukan bila keadaan umum membaik dan panas reda.