Masa Sekolah
saya termasuk anak yang lumayan ber prestasi.
saya juga sangat dekat dengan kegiatan agama, yaitu mengaji.
sebelum itu saya mendapat penolakan dari tempat pendidikan agama....
yah apa lagi kalu bukan ekonomi dan keluarga, juga kenakalan saya.
mungkin bukan saya saja yang berat dalam menjalani ini.
ibu saya juga mungkin lelah pada saya.
entah seberapa nakal saya waktu itu.
saya tidak ingat lagi.
namun sepertinya wajar bagi anak yang kurang kasih sayang, selalu mencari perhatian.
begitulah saya dulu.
namun ibu saya selalu menekan saya agar lebih baik.
ahirnya saya bertemu dengan seorang yang sampai sekarang saya lebih anggap sebagai bapak.
bahkan melebihi itu...
dukungan dan didikannya membuat saya merasa di sayangi.
lebih dari seorang ayah yang saya rindukan.
sewaktu pendidikan menengah saya gagal.
saya hampir putus asa.
dipikan saya hanya saya akan kabur dan lari dari rumah.
saya pasti akan dihajar oleh bapak saya, itu pikiran saya.
saya sudah siapkan segalanya untuk kabur.
saya tidak merasa kecewa dengan kegagalan saya.
saya sudah siap dan seolah saya tau ini akan terjadi.
ibu dan sahabat saya menangis mendatangi saya.
ya dia sahabat lain yang saya dapat dulu di smp.
entah dia tau darimana.
dia datang dan menangis.
tot namnya
"kenapa kamu bisa gagal?"
"bukankah kamu selalu rajin belajar?"
"bukankah kamu selalu berprestasi"
itulah kata kata diantara isak tangisnya.
saya sadar
"saya tidak boleh menyerah dan kabur"
"tujuan saya belum tercapai"
dan kemudian saya mengulang ujian dan berhasil.
saya mulai di perguruan tinggi suasta.
pertamakalinya saya menentukan jenjang apa yang saya ambil.
kegagalan waktu itu menjadi cambuk bagi saya.
saya belajar, dan menjadi mahasiswa yang kritis.
pada ahirnya saya mendapatkan kembali prestasi dalam pendidikan saya.
namun di sinilah saya mulai benar benar muak.
dan seolah hati saya makin menyimpan dendam.
dendam pada keluarga, terutama bapak.
saya jalani setiap kehidupan saya dengan penuh kepalsuan.
sama seperti dia.
hampir setiap hari saya di telfon ibu agar tidak ketempat itu.
namun setiap hari pula bapak menyuruh saya ketempatnya.
saya menolak tinggal satu atap walau dalam satu kota.
bapak "ok, tidak mau tinggal disini? kamu tinggal di tempat bibi"
"alhamdulillah saya bisa bebas dari dia" kataku
naun perlakuan sepupu saya lebih parah dari orang asing.
saya tinggal disitu bayar listrik dan bawa beras untuk makan, masih iuran gas untuk masak.
saya hanya diberikan sedikit uang oleh bapak, bahkan boleh dibilang kurang.
sedikit uang tersebut harus saya bagi untuk kebutuhan sehari hari dan kuliah.
saya selalu masak makanan yang paling murah dan banyak.
makanan itu akan saya makan selama dua sampai tiga hari.
saya sering diejek oleh sepupu saya "kenapa makananmu hanya itu saja"
saya hanya tersenyum, memang dia tidak suka akan keberadaan saya.
entah kenapa, namun semasa kecil saya sangat akrap dengan dia.
saya sangat menyayangi dia sebagai saudara.
namun ternyata harapan saya terlalu tinggi.
mereka semua sudah berubah.
pada puncaknya sepupu saya sering masuk kekamar saya pada saat saya tidak ada.
tugas tugas kuliah saya banyak yang hilang entah kemana.
saya mulanya bertanya, namun dia selalu menyangkal.
kecurigaan saya bukan tidak mendasar.
karena saya tau kalau dia masuk tataletak kamar saya berubah.
pada akhirnaya dia memfitnah saya memasukkan perempuan di kamar saya.
dia katakan itu pada bapak.
saya pikir dia akan marah, ternyata dia tau kalau saya di fitnah.
maka sayapun pindah dari tempat tersebut.
sekarang saya tau ternyata saudarapun disini bukan saudara.
saya sadar mereka hanya manis di depan.
mereka selalu mencari keuntungan sendiri.
saya tidak habis pikir kenapa mereka setega itu.
tak pernah terlintas dalam pikiran saya, saudara yang dulu saya kira baik.
semuanya hanya palsu.
to be continued
No comments:
Post a Comment
trimakasih atas kritik dan sarannnya....